Pages

Sekilas Cerita di dalam Kereta

September 24, 2012

Minggu, 8 Juli 2012 sekitar pukul 14.00 WIB, di dalam kereta jurusan Yogyakarta – Banyuwangi 
Aku duduk di hadapan sebuah keluarga.
Ada bapak, ibu dan 2 orang anaknya, putra dan putri. Si putri yang merupakan sang kakak, berumur sekitar 5-7 tahun, sedangkan sang adik, berumur sekitar 2-4 tahun. Pada suatu waktu, dengan perasaan bosan duduk di kereta sudah hampir 7 jam, aku pun memperhatikan tingkah laku mereka. Akhirnya, terdapatlah sebuah percakapan berikut. 

Sang Ibu : “Dek, tolong buang ini dong!”. 
Sang Ibu menyerahkan bungkus makanan yang sudah habis dimakan kepada putrinya. 
Sang anak : *mengambil bungkus makanan tadi dan membuangnya lewat jendela kereta*

Oke, ralat. 

Mungkin yang di atas bukan merupakan suatu percakapan, melainkan merupakan kalimat perintah. Aku yang sedari tadi diam dan sibuk dengan TTS, makin terdiam dibuatnya. Aku hanya memperhatikan tangan sang anak dengan cekatan mengeluarkan tangan lewat jendela dan kemudian membuang bungkus makanan tadi. 

Wow, bahaya banget!  - pikirku.

Bukan masalah bahayanya. Tetapi ini menyangkut “bahayanya” perilaku sang anak dikemudian hari. Apalagi hal tersebut diajarkan oleh orang tuanya sendiri. Hal itu bisa berakibat buruk dalam perkembangan mindset-nya. Pikiranku mulai mengawang-awang. Bisa saja dalam pemikirannya akan muncul suatu stigma negatif “Oh, saya bisa membuang sampah dimana saja”, yang tentunya berakibat buruk. 

Akupun saat itu mengira-ngira apa isi pikiran sang anak saat itu. Ah, entahlah. Buruknya lagi, kalimat perintah di atas tidak hanya muncul sekali, tetapi hampir tiga – empat kali. Inginnya aku foto, tetapi kejadiannya terlalu cepat. Dan takutnya si Ibu marah karena mengira saya sindikat jual beli anak. 

Itu kan hal kecil. Sudah biasa. - layaknya malaikat jahat menghantui pikiranku.

Memang hal kecil, tetapi jika hal itu dilakukan terus-menerus, terlebih jika mindset negatif terlanjur terbentuk, akan susah membuatnya “pulih”. Aku hanya bisa bergumam, perilaku-perilaku inilah yang membuat anak terlalu gampang untuk berbuat curang. Jangan salahkan anak jika anak kecil sudah menyontek saat ujian berlangsung. Semua berawal dari hal yang kecil. Jangan disepelekan! 

Pikiranku langsung membawaku ke suatu masa, dimana saat itu anak sekolah mulai bersekolah setelah libur panjangnya. Ada pula anak TK, yang aku pikir itu pasti murid baru. Dan di suatu waktu ada bapal bersama anaknya yang mau masuk TK, dengan mengendarai motornya, langsung menerobos lampu merah hanya untuk menghindari anaknya (dan bapaknya) dari kata “terlambat”. Pantaskah anak Anda diajarkan hal demikian? 

Apa Anda juga pernah melihat kejadian yang sama?

4 comments:

Unknown said...

multitasking sekali ente...
TTS-an sambil merhatiin orang

saya melihat kejadian yang sama, saat anda tidak membantu saudara BAMBANG, bung! MWA-HAHAHAHA

I Made Ari Susena said...

HEH! Maksudmu?? Bambang itu masa lalu. Errr...

Ya ngapaen lagi coba duduk di kereta kalo ga jadi pemerhati lingkungan? Haha..

Yacob said...

Kalau lagi mentok gak bisa jawab suatu array, entah mendatar atau menurun... biasanya lihat-lihat sekitar dulu... siapa tahu ketemu jawabannya... dan jawaban itu ada di pembicaraan keluarga tersebut... cips!

I Made Ari Susena said...

Kalo itu seh Detektif Conan banget, Cob. :|

Post a Comment